Mayora nampaknya berupaya terus untuk berinovasi, setelah meluncurkan varian Kopiko brown Cofee, kini meluncurkan Kopiko 78 yang merupakan produk Coffee Latte dalam kemasam PET 250 ml. Brand Kopiko yang pada awalnya hanya merupakan merek permen kopi, dengan tagline yang sangat fenomenal Gantinya Ngopi, secara cerdas dileverage menjadi produk minuman. Bermula dengan mengembangkannya dalam format powder atau bubuk. Dan di tahun 2013 ini, Mayora mengembangkan kembali merek tersebut dengan Ready To Drink Coffee premium.
Bila kita lihat pasar minuman bernuansa kopi di tanah air sangat berkembang. Beberapa tahun lalu kita hanya melihat kopi dalam format powder atau bubuk. Setelah itu masuklah pemain pemain pemain multinasional seperti Nescafe dalam format liquid dalam kemasan kaleng dan tetra.Pada era ini juga mulai bermunculan produk lokal seperti Esco. Di Era pertengahan tahun 2000 muncul format kopi dalam kemasan cup dengan volume sekitar 200 ml. Di kategori ini merek Granita sangat mencuat, terutama di wilayah Jabodetabek. Bahkan kopi kapal api juga sempat meluncurkan kopi dalam kemasan cup plastik.
Selain ber-evolusi dalam kemasan, variant kopi juga makin beragam. mulai dari cappuccino, coffee latte, rasa Brownies, STMJ hingga dicampur denganvarian buah buahan. Kini White Coffee seolah menjadi primadona. Kopi Luwak dengan sub brand "white koffie" seolah menjadi pendobrak di kategori ini. Dengan iklan yang cukup gencar, mereka juga menampilkan sosok wanita sebagai seorang pecinta kopi. White Koffie memposisikan diri sebagai kopi yang aman bagi lambung. Sekali lagi Mayora juga tidak ketinggalan meluncurkan kopiko white coffee.
Kopiko 78 yang merupakan kopi dalam kemasan PET, nampaknya memiliki peluang untuk tumbuh di pasar, karena ia merupakan pemain kopi siap minum pertama yang dikemas dalam kemasan PET yang praktis. Kopiko 78 mengklaim sebagai kopi yang diekstrak dalam suhu 78 derajat Celcius, yang menurut mereka merupakan suhu optimum bagi suatu pemanasan kopi. Sehingga rasa dan aroma kopinya tetap terjaga.Menurut pengamatan tim editor beverages solutions, rasa kopinya cukup pas, hanya saja memang harus diminum dalam kondisi dingin langsung dari botolnya. Namun apabila dicampur es batu maka rasa kopinya akan berkurang. Demikian juga bila diminum dalam kondisi suhu kamar maka akan terasa rasa pahitnya. Produk yang dijual di gerai modern ini, dijual dengan harga sekitar Rp. 4500.
Kopiko 78 memang ditujukan untuk membidik kelas premium, memang saat ini ada pula produk kopi siap minum dalam kemasan botol (RTD) , namun masih merupakan barang import, yaitu Frappuccino dari Starbuck, yang dijual dengan harga dua puluhan ribu rupiah dan dijual di gerai modern kelas atas saja.
Sebagai produk kopi premium, Kopiko 78 tentunya harus bersiap sebagai produk yang fokus bagi kalangan AB saja. pertama harganya yang mahal dan volume yang hanya 250 ml, mungkin membuat PK 5 sebagai jaringan distribusi terbesar agak rentan menjual produk ini. Kedua Kopi konon akan mudah rusak bila terkena sinar matahari.
Saat ini Kopiko 78 memang belum beriklan, namun keepannya apakah Kopiko 78 akan bertahan ? Akankah ia berkibar seperti Kopiko powder ataupun Teh Pucuk Harum? Ataukah ia juga akan mati suri seperti Vitazone ?
2 komentar:
I really think it has got some interesting information about Kopi Luwak but I couldn't understand the language. I wish it was written in English.
Hi Finn, here are some info about Kopi Luwak. I took it from Wikipedia.
Kopi luwak (Indonesian pronunciation: [ˈkopi ˈluwak or civet coffee, refers to the beans of coffee berries once they have been eaten and excreted by the Asian Palm Civet (Paradoxurus hermaphroditus).[1] The name is also used for marketing brewed coffee made from those beans.
Producers of the coffee beans argue that the process may improve coffee through two mechanisms, selection and digestion. Selection occurs if the civets choose to eat coffee cherries containing better beans. Digestive mechanisms may improve the flavor profile of the coffee beans that have been eaten. The civet eats the berries for the beans' fleshy pulp, then in the digestive tract, fermentation occurs. The civet's proteolytic enzymes seep into the beans, making shorter peptides and more free amino acids.[2] Passing through a civet's intestines the beans are then defecated with other fecal matter and collected.
The method of collected feces from wild civets has given way to intensive farming methods in which caged civets are force fed the coffee beans. This method of production has raised ethical concerns about the treatment of civets due to "horrific conditions" including isolation, poor diet, small cages and a high mortality rate.[3][4] According to an officer from TRAFFIC, the trade in civets to make kopi luwak may constitute a significant threat to wild civet populations.[5]
Intensive farming is also criticised by traditional farmers because the selection mechanism does not come into play, so the beans are of poor quality compared to beans collected from the wild.[6]
In the coffee industry kopi luwak is widely regarded as a gimmick or novelty item.[7] The Specialty Coffee Association of America (SCAA) states that there is a "general consensus within the industry ... it just tastes bad". SCAA claims that almost all kopi luwak available for sale is counterfeit, as 50 times more kopi luwak is sold than produced.[7]
Actually which part on my blog do you want to know more ? In Indonesia Kopi Luwak brand has launch its new white coffee variants. Its packed on single sachet. They advertised the product quiet heavy on TV.
Posting Komentar